HOME

padi organikPertanian, kata tersebut tidak dapat dipisahkan dari sebagian besar masyarakat Indonesia.  Hal itu pula, yang salah satunya mendasari Indonesia disebut negara agraris.

Pertanian telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia, bahkan menjadi dasar budaya itu sendiri. Banyak acara atau kegiatan sejak dulu terselenggara karena dikaitkan dengan pertanian. Di semua suku di Indonesia, akan kita jumpai beberapa upacara adat  yang selalu dikaitkan dengan pertanian. Bentuk-bentuk upacara adat atau ritual sebelum bercocok tanam, pada saat masa tanam, ritual mengusir hama, maupun upacara syukuran setelah selesai panen, kerap diselenggarakan.

Pendahulu kita, nenek moyang kita, melakukan kegiatan pertanian pada awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar, yaitu kebutuhan terhadap pangan, bukan tujuan ekonomi semata.

Pola pertanian yang mereka lakukan pun sangat alamiah. Namun dari pengalaman dengan alam inilah nenek moyang kita dapat melakukan kegiatan pertanian dengan baik. Kegiatan pertanian selalu memperhatikan harmonisasi dengan alam. Mereka sangat menyadari bahwa keberhasilan pertanian sangat bergantung pada hubungan mereka dengan alam. Mereka memperoleh pola dan cara, bagaimana agar tanah subur dengan memanfaatkan pupuk kandang atau kompos, bagaimana cara mempersiapkan dan memilih bibit yang baik, bagaimana menentukan musim tanam untuk setiap jenis tanaman, dan lain sebagainya.

Perkembangan pola pikir manusia dan tuntutan kehidupan yang makin besar, sedikit demi sedikit menggeser pola pertanian ‘tradisional’ yang sudah berlangsung lama.  Bergulirlah pola-pola atau sistem pertanian yang mengedepankan pada jumlah hasil produksi pertanian. Sistem intensifikasi pertanian, panca usaha tani atau pun istilah revolusi hijau, mulai diperkenalkan dan diaplikasikan kepada para petani. Hasilnya memang untuk sesaat fantastis, produktivitas pertanian meningkat signifikan sehingga Indonesia ‘pernah’ mendapat predikat negara yang telah ‘Swasembada Pangan’, artinya untuk urusan pangan negara kita sudah tidak tergantung dari negara lain. Meskipun pada akhirnya, kembali lagi ke laptop, Indonesia kembali lagi import beras dan komoditi pangan lainnya.

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960). Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.  Panca Usaha Tani dengan program :

  1. Pengolahan tanah yang baik
  2. Pengairan atau irigasi yang baik dan teratur
  3. Pemilihan atau seleksi bibit unggul
  4. Pemupukan yang cukup
  5. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman

Namun penerapan intensifikasi pertanian ala ‘Panca Usaha Tani’ tersebut pada beberapa poin menimbulkan dampak yang negatif. Pemakaian pupuk kimia anorganik seperti Urea dan NPK, pemakaian obat kimia pembasmi hama seperti insektisida, pestisida, fungisida kimia menyebabkan kerusakan-kerusakan pada struktur tanah. Kondisi tanah dalam jangka panjang ternyata rusak oleh adanya bahan-bahan kimia merugikan.

Tinggalkan komentar